I. Pertentangan Sosial Dan Integrasi Masyarakat
A. Pengertian Pertentangan Sosial
Hidup bermasyarakat
yaitu sebuah hubungan antar individu-individu maupun antar kelompok dan
golongan yang terjadi dalam proses kehidupan. Hidup bermasyarakat saling berinteraksi.
Hubungan antar individu ini pun diikat oleh ikatan yang berupa norma serta
nilai-nilai. Norma dan nilai-nilai inilah yang menjadi alat pengendali agar
para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati
itu. Solidaritas, toleransi dan tenggang rasa adalah bukti kuatnya ikatan itu.
Sakit salah satu anggota masyarakat akan dirasakan oleh anggota masyarakat
lainnya. Dari hubungan seperti itulah lahir keharmonisan dalam hidup
bermasyarakat.
Pada kenyataannya tidak semua masyarakat membentuk sebuah
harmonisasi. Pada kondisi-kondisi tertentu hubungan antara masyarakat diwarnai
berbagai persamaan. Namun sering juga didapati perbedaan-perbedaan, bahkan
pertentangan dalam masyarakat. Hal-hal seperti itulah yang menimbulkan perpecahan
dalam masyarakat. Salah satu contohnya adalah Pertentangan sosial dan integrita
masyarakat
Pertentang sosial menurut saya adalah suatu konflik yang terjadi di
tangah-tengah kehidupan bermasyarakat, kadangkala hingga terbentuk beberapa
kubu dalam masyarakat yang menyebabkan semakin besarnya pertentangan social
ini, muncul ketidak saukaan dari beberapa orang ke suatu kelompo yang
menyebabkan terjadinya pertentangan social, di Indonesia sendiri konflik
antarmasyarakat sudah sering di jumpa salah satu contohnya GAM (Gerakan Aceh Merdeka),
PT.freepot yang terjadi di Papua. Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya pertentangan sosial:
1. Rasa Iri antara
individu,negara, dan masyarakat
2. Adanya rasa tidak puas masyarakat terhadap kepemerintahan
3. Banyak adu domba antara politik,agama,suku serta budaya
2. Adanya rasa tidak puas masyarakat terhadap kepemerintahan
3. Banyak adu domba antara politik,agama,suku serta budaya
2. Pebedaan
Kepentingan
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu.
Individu bertingkah laku karena adanya dorongan untuk memenuhi kepentingannya.
Kepentingan ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri,
jika individu berhasil memenuhi kepentingannya, maka ia akan merasakan kepuasan
dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan akan menimbilkan masalah
baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Dengan berpegang prinsip bahwa tingkah laku individu merupakan cara
atau alat dalam memenuhi kebutuhannya, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh individu dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan kepuasan pemenuhan
dari kepentingan tersebut.
Oleh karena individu mengandung arti bahwa tidak ada dua orang yang
sama persis dalam aspek-aspek pribadinya, baik jasmani maupun rohani, maka
dengan sendirinya timbul perbedaan individu dalam hal kepentingannya.
Perbedaan
kepentingan itu antara lain berupa :
1. kepentingan
individu untuk memperoleh kasih sayang
2. kepentingan
individu untuk memperoleh harga diri
3. kepentingan
individu untuk memperoleh penghargaan yang sama
4. kepentingan
individu untuk memperoleh prestasi dan posisi
5. kepentingan
individu untuk dibutuhkan orang lain
6. kepentingan
individu untuk memperoleh kedudukan di dalam kelompoknya
7. kepentingan
individu untuk memperoleh rasa aman dan perlindungan diri
8. kepentingan
individu untuk memperoleh kemerdekaan diri.
Kenyataan-kenyataan seperti itu menunjukkan ketidakmampuan suatu
ideologi mewujudkan idealisme yang akhirnya akan melahirkan kondisi
disintegrasi atau konflik. Permasalahan utama dalam tinjauan konflik ini adalah
adanya jarak yang terlalu besar antara harapan dengan kenyataan pelaksanaan dan
hasilnya kenyataan itu disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda antara
pemerintah atau penguasa sebagai pemegang kendali ideologi dengan berbagai
kelompok kepentingan sebagai sub-sub ideologi.
Perbedaan
kepentingan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi
mengenal beberapa fase yaitu:
1. fase
disorganisasi yang terjadi karena kesalahpahaman.
2. fase
dis-integrasi yaitu pernyataan tidak setuju.
fase dis-integrasi ini
memiliki tahapan (Menurut Walter W. Martin dkk):
•
ketidaksepahaman anggota kelompok tentang tujuan yang dicapai.
• norma sosial
tidak membantu dalam mencapai tujuan yang disepakati.
• norma yang
telah dihayati bertentangan satu sama lain.
• sanksi sudah
menjadi lemah
• tindakan
anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
3. Dikriminasi Dan
Ethosentris
Diskriminasi merujuk kepada
pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini
dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat
manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan
yang lain.
Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik
suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik,
kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan
diskriminasi.
- Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas
menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya,
dan menghambat adanya peluang yang sama.
- Diskriminasi tidak
langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat
netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.Diskriminasi ditempat
kerja
Diskriminasi
dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk:
dari struktur
upah,
cara penerimaan
karyawan,
strategi yang
diterapkan dalam kenaikan jabatan, atau
kondisi kerja
secara umum yang bersifat diskriminatif.
- Diskriminasi di tempat
kerja berarti mencegah seseorang memenuhi
aspirasi profesional dan pribadinya tanpa mengindahkan prestasi yang
dimilikinya.
Etnosentrisme cenderung memandang
rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya
asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
Ada satu suku Eskimo yang menyebut diri mereka suku Inuit yang
berarti “penduduk sejati” [Herbert, 1973, hal.2]. Sumner menyebutkan pandangan
ini sebagai etnosentrisme, yang secara formal didefinisikan sebagai “pandangan
bahwa kelompoknya sendiri” adalah pusat segalanya dan semua kelompok lain
dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906,
hal.13]. Secara kurang formal etnosentrisme adalah kebiasaan setiap kelompok
untuk menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik.
Etnosentrisme terjadi jika masing-masing budaya bersikukuh dengan
identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain. Porter dan Samovar
mendefinisikan etnosentrisme seraya menuturkan, “Sumber utama perbedaan budaya
dalam sikap adalah etnosentrisme, yaitu kecenderungan memandang orang lain
secara tidak sadar dengan menggunakan kelompok kita sendiri dan kebiasaan kita
sendiri sebagai kriteria untuk penilaian. Makin besar kesamaan kita dengan
mereka, makin dekat mereka dengan kita; makin besar ketidaksamaan, makin jauh
mereka dari kita. Kita cenderung melihat kelompok kita, negeri kita, budaya
kita sendiri, sebagai yang paling baik, sebagai yang paling bermoral.”
Etnosentrisme membuat kebudayaan kita sebagai patokan untuk mengukur
baik-buruknya kebudayaan lain dalam proporsi kemiripannya dengan budaya kita.
Ini dinyatakaan dalam ungkapan : “orang-orang terpilih”, “progresif”, “ras yang
unggul”, dan sebagainya. Biasanya kita cepat mengenali sifat etnosentris pada
orang lain dan lambat mengenalinya pada diri sendiri.Sebagian besar, meskipun
tidak semuanya, kelompok dalam suatu masyarakat bersifat etnosentrisme. Semua
kelompok merangsang pertumbuhan etnosentrisme, tetapi tidak semua anggota
kelompok sama etnosentris. Sebagian dari kita adalah sangat etnosentris untuk
mengimbangi kekurangan-kekurangan kita sendiri. Kadang-kadang dipercaya bahwa
ilmu sosial telah membentuk kaitan erat antara pola kepribadian dan
etnosentrisme.
Kecenderungan etnosentrisme berkaitan erat dengan kemampuan belajar
dan berprestasi. Dalam buku The Authoritarian Personality, Adorno (1950)
menemukan bahwa orang-orang etnosentris cenderung kurang terpelajar, kurang
bergaul, dan pemeluk agama yang fanatik. Dalam pendekatan ini, etnosentrisme
didefinisikan terutama sebagai kesetiaan yang kuat dan tanpa kritik pada
kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai prasangka terhadap kelompok etnis
dan bangsa lain. Yang artinya orang yang etnosentris susah berasimilasi dengan
bangsa lain, bahkan dalam proses belajar-mengajar.
Etnosentrisme akan terus marak apabila pemiliknya tidak mampu
melihat human encounter sebagai peluang untuk saling belajar dan meningkatkan
kecerdasan, yang selanjutnya bermuara pada prestasi. Sebaliknya, kelompok etnis
yang mampu menggunakan perjumpaan mereka dengan kelompok-kelompok lain dengan
sebaik-baiknya, di mana pun tempat terjadinya, justru akan makin meninggalkan
etnosentrisme. Kelompok semacam itu mampu berprestasi dan menatap masa depan
dengan cerah.
Etnosentrisme mungkin memiliki daya tarik karena faham tersebut
mengukuhkan kembali “keanggotaan” seseorang dalam kelompok sambil memberikan
penjelasan sederhana yang cukup menyenangkan tentang gejala sosial yang pelik.
Kalangan kolot, yang terasing dari masyarakat, yang kurang berpendidikan, dan
yang secara politis konservatif bisa saja bersikap etnosentris, tetapi juga
kaum muda, kaum yang berpendidikan baik, yang bepergian jauh, yang berhaluan
politik “kiri” dan yang kaya [Ray, 1971; Wilson et al, 1976]. Masih dapat
diperdebatkan apakah ada suatu variasi yang signifikan, berdasarkan latar
belakang sosial atau jenis kepribadian, dalam kadar etnosentris seseorang.
4. Pertentangan
Sosial Ketegangan Dalam Masyarakat
Konflik mengandung pengertian tingkah laku yang lebih luas daripada
yang biasa dibayangkan orang dengan mengartikannya sebagai pertentangan yang
kasar atau perang. Dalam hal ini terdapat tiga elemen dasar yang merupakan ciri
dari situasi konflik, yaitu :
terdapat dua
atau lebih unit-unit atau bagian yang terlibat dalam konflik. Unit-unit tersebut
mempunyai perbedaan-perbedaan yang tajam dalam kebutuhan, tujuan, masalah,
sikap, maupun gagasan-gagasan.
Terdapat
interaksi diantara bagian-bagian yang mempunyai perbedaan tersebut.
Konflik
merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang
sering dihubungkan dengan kebencian atau permusuhan, konflik dapat terjadi pada
lingkungan :
a. pada taraf
di dalam diri seseorang, konflik menunjuk adanya pertentangan, ketidakpastian
atau emosi dan dorongan yang antagonistic dalam diri seseorang.
b. pada taraf
kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu,
dari perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan, nilai-nilai dan norma,
motivasi untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
c.pada taraf
masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan antara nilai-nilai dan
norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma dimana kelompok yang
bersangkutan berada.
B.
Pengertian Integrasi
1. Integrasi Sosial
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration"
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai
sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam
kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang
memilki keserasian fungsi.
Definisi lain
mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik
beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat,
namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Integrasi
memiliki 2 pengertian, yaitu :
- Pengendalian
terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial
tertentu
- Membuat suatu
keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu.
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan,
disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau
kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar
meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun
konflik yang terjadi secara sosial budaya.
Menurut
pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa
terintegrasi di atas dua landasan berikut :
- Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
- Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut
konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena
adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok. Integrasi sosial akan
terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang
batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial.
Bentuk Integrasi Sosial :
- Asimilasi,
yaitu pembauran Kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan
asli.
- Akulturasi,
yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan
asli.
Faktor-Faktor
Pendorong :
A. Faktor
Infernal :
·
Kesadaran diri sebagai makhluk sosial
·
Tuntutan kebutuhan
·
Jiwa dan semangat gotong royong
B. Faktor
External :
·
Tuntutan perkembangan zaman
·
Persamaan kebudayaan
·
Terbukanya kesempatan berpartisipasi dalam kehidupan bersama
·
Persaman visi, misi, dan tujuan
·
Sikap toleransi
·
Adanya kosensus nilai
·
Adanya tantangan dari luar
Syarat
Berhasilnya Integrasi Sosial :
1.
Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus
mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan
sebaliknya.
2.
Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan
yang lainnya.
2.
Integrasi Nasional
Integrasi nasional adalah
kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga,
lembaga-lembaga masyarakat dan masyarakat secara keseluruhan.
Integrasi nasional akan lahir jika integrasi sosial dalam masyarakat
berjalan dengan baik. Kesempurnaan dalam integrasi sosial sebuah masyarakat
akan membentuk kekuatan suatu bangsa. Perbedaan pendapat, keyakinan, suku, ras
dan budaya dapat diatas dengan tingginya solidaritas dan tenggang rasa antar
masyarakat. Sudah barang tentu integrasi nasional akan terbentuk dengan
sendirinya.
3. Golongan Yang Berbeda dan Integrasi Sosial
masyarakat indonesia adalah masyarakat yang majemuk, msyarakat
majemuk itu di persatukan oleh sistim nasional negara indonesia.aspek"
kemasyarakatann yang mempersatukannya antara lain :
1. Suku bangsa dan kebudayaannya
2. Agama.
3. Bahasa,
4. Nasion Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar